Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PERSIAPKAN ILMU UNTUK BEKAL IBADAH HAJI DI TANAH SUCI

PERSIAPKAN ILMU UNTUK BEKAL IBADAH HAJI DI TANAH SUCI

 Seseorang yang akan berangkat haji, bekal paling utama dan paling penting yang harus ia bawa adalah ilmu.Ilmu tentang tata cara haji ini sangat urgen karena berkaitan dengan sah atau tidaknya ibadah haji, diterima atau tidaknya ibadah haji. Sangat disayangkan apabila harta, tenaga, waktu, rasa lapar, rasa haus, rasa letih dan perjalanan jauh hilang sia-sia tanpa faedah dan manfaat dikarenakan seseorang tidak membawa bekal yang memadai tentang ilmu mengenai tata cara haji. Orang yang tidak memiliki ilmu tentang hukum-hukum haji, lalu ia berhaji tanpa ilmu maka ia tidak bisa menjamin keabsahan ibadah yang ia kerjakan. Demikianlah keadaan orang yang tidak berilmu. Ia ingin memperbaiki sesuatu namun justru sebaliknya ia merusaknya dan membatalkannya.

 Banyak orang yang mengatakan: Jika aku pergi haji maka aku akan melihat apa yang dikerjakan orang lain lalu aku meniru apa yang mereka lakukan. Atau mengatakan: Nanti di sana kan ada pembimbing, untuk apa aku belajar tentang tata cara haji?. Atau mengatakan: Untuk apa belajar tentang tata cara haji, toh yang penting niatnya baik. Perkataan-perkataan semacam ini, biasanya tidak keluar kecuali dari orang yang tidak mengetahui hakikat perkara yang sesungguhnya. Kita katakan kepadanya: Para ulama telah menegaskan bahwa wajib bagi setiap Muslim untuk tidak mulai melakukan perbuatan apa pun hingga ia mengetahui bagian yang Allah halalkan dan bagian yang Allah haramkan dari perbuatan tersebut. Karena Allah ta’ala telah membebankan berbagai kewajiban kepada kita, maka wajib bagi kita memperhatikan dan mengindahkan apa yang Ia wajibkan. Makna kaidah ini bahwa orang yang mulai melakukan ibadah tertentu atau bentuk transaksi mu’amalat tertentu tanpa ilmu, maka ia telah bermaksiat kepada Allah.

 Umumnya, karena tidak mau mengaji atau belajar, seseorang terjatuh pada perkara yang merusak atau membatalkan amal yang dilakukan, sehingga amalnya tidak sah tanpa ia sadari. Orang yang seperti ini tidaklah diterima alasan bahwa ia bodoh. Sebab kebodohan bukanlah alasan yang diterima ketika seseorang mengerjakan ibadah dengan cara yang tidak benar. Oleh karena itu, bagi orang yang ingin berhaji, berzakat, mengerjakan shalat atau ibadah dan mu’amalat apa pun, maka wajib mempelajari ilmu tentang hal-hal tersebut. Al-Baihaqi meriwayatkan dari sahabat Anas ra bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:

طَلَبُ العِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (رواه البيهقيّ في المدخل)

 Artinya:"Menuntut ilmu agama yang pokok adalah wajib bagi setiap Muslim (dan Muslimah):"(HR Baihaqi dalam kitab al-Madkhal).

 Dikarenakan mengabaikan ilmu dan tidak mengetahui tata cara ibadah sebagaimana mestinya, banyak orang yang shalat dan puasanya tidak sah. Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits shahih:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الجُوْعُ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ (رواه ابن ماجه)

 Artinya:"Betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak memperoleh apa pun dari puasanya kecuali rasa lapar, dan betapa banyak orang yang melakukan shalat malam, namun tidak memperoleh apa pun dari shalat malamnya kecuali (rasa letih karena) begadang:"(HR Ibnu Majah).

 Allah telah mengkhususkan ibadah haji dengan keistimewaan yang tidak diberikan pada ibadah-ibadah lainnya. Yaitu ibadah haji dapat menghapus dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil. Diriwayatkan dari  Abu Hurairah radliyallahu ’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ (رواه البخاريّ)

 Artinya:"Barang siapa yang berhaji lalu tidak bersetubuh (selama masih dalam rangkaian ibadah haji) dan tidak melakukan dosa besar, maka ia akan kembali (bersih dari dosa-dosanya) seperti saat dilahirkan ibunya:"(HR Bukhari).

Syarat agar haji seseorang menghapus seluruh dosa dan menjadikannya bersih dari dosa seperti saat dilahirkan oleh ibundanya adalah niatnya harus murni dan ikhlas hanya karena Allah semata. Tidak dicampuri dengan tujuan meraih pujian dan kepentingan duniawi. Juga disyaratkan harta yang menjadi bekal hajinya adalah harta yang halal. Demikian pula untuk meraih kemuliaan ini disyaratkan seseorang menjaga dirinya saat beribadah haji dari kefasikan, yakni dosa-dosa besar dan mencegah dirinya dari bersetubuh selama masih dalam kondisi ihram (dalam rangkaian amalan ibadah haji).

 Penting juga disampaikan bahwa ampunan dari semua dosa tersebut tidak berarti bahwa orang yang berhaji otomatis terbebas dari sangkutan hak orang lain. Jadi orang yang memiliki tanggungan atau sangkutan hak sesama manusia, maka ia wajib mengembalikan hak itu kepada pemiliknya atau meminta dihalalkan dan dimaafkan oleh pemiliknya. Sangkutan hak sesama hamba itu tidak akan gugur dengan ibadah haji. Diriwayatkan dari  Abu Hurairah radliyallahu ’anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلِمَةٌ لأَخِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَىْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ اليَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُوْنَ دِيْنَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلِمْتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ (رواه البخاريّ)

 Artinya:"Barang siapa yang memiliki kezaliman terhadap saudaranya pada harga dirinya atau sesuatu yang lain maka hendaklah ia halalkan darinya di hari ini (di dunia) sebelum tidak lagi bermanfaat dinar dan dirham. Jika ia memiliki amal shaleh maka akan diambil darinya (amal saleh tersebut) sesuai dengan kadar kezalimannya, jika ia tidak memiliki kebaikan-kebaikan maka diambil dari keburukan-keburukan orang yang dizalimi lalu ditimpakan kepadanya:"(HR Bukhari).

 Demikian pula, ibadah haji tidak menggugurkan tanggungan kewajiban yang ditinggalkannya seperti shalat dan lainnya. Diriwayatkan dari Anas radliyallahu ’anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا لَا كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذلِكَ (رواه البخاريّ)

 Artinya:"Barang siapa lupa melaksanakan shalat maka hendaklah ia mengerjakannya saat ia ingat hal itu, tidak ada denda berkaitan dengannya kecuali hal itu (mengerjakan shalat yang ditinggalkan karena lupa):"(HR Bukhari).

Jika shalat lima waktu yang ditinggalkan karena lupa saja wajib diqadha’, lebih-lebih lagi shalat lima waktu yang ditinggalkan karena sengaja atau karena malas.

Posting Komentar untuk "PERSIAPKAN ILMU UNTUK BEKAL IBADAH HAJI DI TANAH SUCI"