Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SIKAP UTAMA DALAM PENGELOLAAN HARTA KEKAYAAN DALAM ISLAM

TUJUH  SIKAP UTAMA DALAM PENGELOLAAN HARTA KEKAYAAN

Kita yang dititipi harta harus selalu bersyukur kepada Allah SWT. Maka dari itu marilah kita menangani harta yang dipercayakan oleh Alloh kepada kita dengan bijaksana. 

Nabi Muhammad saw pernah bersabda kepada Hakim bin Hizam.

يَا حَكِيمُ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ كَالَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ ، الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى

“Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu hijau lagi manis. Barangsiapa yang mencarinya untuk kedermawanan dirinya (tidak tamak dan tidak mengemis), maka harta itu akan memberkahinya. Namun barangsiapa yang mencarinya untuk keserakahan, maka harta itu tidak akan memberkahinya, seperti orang yang makan namun tidak kenyang. Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah” (HR. Bukhari no. 1472 dan Muslim no. 1035).

Coba  perhatikan 7 poin berikut ini mengenai perbandingan ilmu dan harta yang disampaikan  Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Miftaah Daar As-Sa'adah. 

Orang kaya memaksakan dirinya untuk berbuat baik kepada orang lain, hingga  dihadapkan pada dua kemungkinan, yaitu: 

(1) menutup pintu kebaikan. 

(2) membukanya. 

Jika ia menutup pintu untuk berbuat baik kepada orang lain, maka ia akan dikenal sebagai orang yang jauh dari kebaikan dan kemaslahatan, sehingga ia akan dibenci, dikritik, dan dihina oleh banyak orang sehingga membuat hati dan pikiranya menjadi sakit. Sedangkan jika ia membuka pintu kebaikan dan membaginya kepada orang lain, ia tetap  tidak bisa melakukannya kepada semua orang. Itu hanya bisa menguntungkan orang-orang tertentu saja. Tentu saja perbuatan ini pun membuka pintu permusuhan dan kritik dari masyarakat miskin yang  tidak berdaya karena meras tidak dibantu.

 Kekurangan-kekurangan semacam ini tidaklah menimpa orang yang kaya ilmu. Orang yang berilmu bisa membagikan ilmunya kepada semua orang. Ilmu yang telah dibagikan darinya justru tetap utuh dan tidak pernah lenyap. Bahkan, ia seperti berbisnis dengan ilmu yang diberikannya. Seperti orang kaya yang memberikan hartanya kepada orang fakir, lantas harta tersebut dipakai untuk berdagang, sehingga si fakir menjadi orang kaya seperti dirinya. 

Penumpukan kekayaan disertai dengan tiga kesulitan dalam hidup, yaitu: 

(1) penyakit dan kesulitan sebelum memperoleh kekayaan. 

(2) Sakit dan cobaan, ketika seseorang memperoleh harta yang sulit dipelihara, dan hati yang selalu melekat pada harta, sehingga  pagi dan sore hari selalu dipenuhi kesedihan. 

(3) penyakit dan cobaan ketika berpisah dengan harta, terutama bagi orang yang  selalu terikat pada harta. 

Hal ini tentu berbeda dengan orang yang kaya ilmu dan iman. Selain terhindar dari banyak penyakit, juga dapat menjamin segala kegembiraan, kebahagiaan dan kegembiraan pribadi tanpa ada kesedihan. Kegembiraan seperti itulah yang bisa diraih setelah melalui lelah, sabar dan susah. 

Kenikmatan kekayaan yang seutuhnya bisa Anda rasakan saat berinteraksi dengan orang lain, seperti dengan pembantu, istri, selir, atau pengikutnya. Orang kaya  akan selalu diusik oleh orang lain sehingga menimbulkan kebencian, permusuhan dan kemarahan karena hanya bisa menyenangkan orang tertentu saja. Inilah sebabnya mengapa kerusakan harta benda yang disebabkan oleh sanak saudara dan kerabat beberapa kali lebih besar dibandingkan kerusakan yang disebabkan oleh orang jauh dan  bukan saudara. Hubungan seperti ini hanya dialami oleh orang-orang kaya. Sedangkan jika dia tidak mempunyai jasa kepada orang lain, mereka akan menjauhinya untuk menghindari sisi negatif dari kontak dengannya. 

Penyakit seperti itu tidak terdapat pada orang yang berpengetahuan luas (kaya ilmu). 

Orang  kaya  akan membenci kematian dan bertemu Tuhan. Karena jika Anda menyukai kekayaan, Anda tidak suka  berpisah dengannya dan ingin kekayaan itu tetap ada agar Anda bisa terus menikmatinya. Berbeda dengan ilmu, ilmu memberi hamba keinginan untuk bertemu Allah dan mendorongnya untuk meninggalkan kehidupan yang penuh kesusahan yang fana ini. 

Siapa yang mengumpulkan kekayaan, (nama) dia mati  dalam keadaan masih hidup (badanya), tetapi orang berilmu tetap hidup selama-lamanya; Tubuh mereka hilang, namun keutamaan ilmumya keteladanan mereka masih ada di hati para manusia. 

 Ruh itu hidup dengan ilmu pengetahuan sebagaimana tubuh hidup dengan ruh. Orientasinya orang  kaya  adalah meningkatkan umur panjang jasadnya. Sedangkan orientasi kaum intelektual (ngalim) adalah memperbaiki jiwa dan kehidupan spiritualnya. 

Arti harta hanyalah untuk menguatkan tulang dan menangkal mara bahaya agar hamba dapat menyiapkan bekal untuk perjalanan menuju Rabb. Selanjutnya harta menghalangi dan mengganggu perjalanan menuju Allah, serta menghambat persiapan membawa bekal ke akhirat. Bahaya kepemilikan harta jauh lebih besar daripada manfaatnya. Oleh karena itu, semakin banyak harta yang Anda miliki, semakin Anda menunda persiapan menghadapi kematian yang menanti Anda. 

Berbeda dengan ilmu yang bermanfaat,  semakin banyak ilmu yang hamba kukumpulkan, semakin mempersiapkan diri untuk melakukan perjalanan menuju Allah. 

Wallohu 'alam bisshowab.... 

Posting Komentar untuk "SIKAP UTAMA DALAM PENGELOLAAN HARTA KEKAYAAN DALAM ISLAM"