Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

TANTANGAN MASA DEPAN BAGI UMAT ISLAM

TANTANGAN MASA DEPAN BAGI UMAT ISLAM

Ada sejumlah tantangan masa depan umat (khususnya umat Islam) yang perlu disikapi dan diatasi dengan cepat dan tepat. Jika tidak, hal ini akan berisiko menjadi masalah nyata yang  mengancam  masa depan umat manusia. Tantangan-tantangan ini meliputi:

1.Radikal-Eksklusif

 Radikalisme berada satu tingkat di bawah terorisme dan  jelas telah mencoreng keluhuran ajaran agama Islam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, radikalisme diartikan sebagai ideologi atau aliran yang menginginkan perubahan atau inovasi politik dan sosial melalui tindakan kekerasan atau drastis. 

 Kelompok progresif selalu berusaha  mengganti tatanan nilai yang berlaku di  masyarakat dengan tatanan nilai baru yang sesuai dengan apa yang mereka anggap sebagai tatanan nilai yang paling benar. Kaum radikal tidak hanya datang dari latar belakang agama, tetapi juga dari latar belakang lain, seperti kelompok separatis yang berusaha  memisahkan diri dari negara yang sah dengan menggunakan kekerasan dan berbagai ancaman ancaman yang berbeda-beda.

 Radikalisme politik  juga dapat muncul jika masyarakat merasa frustasi terhadap kebijakan politik yang diambil oleh  penguasa yang dianggap tidak adil atau melakukan penipuan. Radikalisme politik dapat bersembunyi di bawah bendera demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) dan kemudian mengambil tindakan hukum terhadap kelompok lain yang dianggap tidak menganut aliran pemikiran politiknya.

 Radikalisme pasar bebas sangat mendukung sistem pasar bebas yang memberikan peluang lebih besar bagi sekelompok orang untuk mendapatkan akses terhadap mangsa pasar, sementara mayoritas masyarakat  hanya mampu bersaing dalam sektor tersebut.Sektor informal  semakin mengecil. Akibatnya, mereka yang tidak memiliki kekuatan dan daya saing terdesak ke pinggiran menunggu momen kehancuran.

 Apapun bentuknya, radikalisme selain tidak sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia yaitu Pancasila, radikalisme juga tidak mendapat tempat dalam ajaran Islam. Dalam Islam tidak boleh ada orang yang menghalalkan segala cara untuk mencapai suatu tujuan. Tidak peduli seberapa baik Anda, Anda tidak boleh menggunakan kekerasan. Kekerasan untuk tujuan apa pun, terhadap siapa pun dan dari mana pun,tetap tidak boleh dalam Islam, seperti yang diingatkan oleh ayat Al Qur'an.

Alloh SWT berfirman:

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ

 Artinya:“Tidak ada paksaan untuk(memasuki)agama (Islam).”(QS Al-Baqarah 2:256).

  Dan di ayat lain disebutkan:

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

 “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”(QS Al-Baqarah 2:195).

 2.Liberal-Individual

 Liberalisme merupakan ideologi yang berupaya memilih kebebasan yang tak terbatas berperilaku dengan mengedepankan sikap keterbukaan dan toleransi yang berlebihan. Toleransinya begitu besar  sehingga kebatilan dan kekufuran pun ditoleransi.

 Liberalisme dalam pengertian populer adalah ideologi yang mengedepankan kebebasan dan rujukannya hanya mengacu pada prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia (HAM) dan hak asasi manusia juga terbatas pada paham kemanusiaan atau dalam bahasa filosofis disebut humanisme. Antroposentrisme adalah ideologi yang murni humanistik. Yang bisa memanusiakan manusia adalah manusia itu sendiri.

 Ideologi liberalisme sangat berbahaya bagi kehidupan beragama dan berbangsa. Islam mengakui Tuhan sebagai sumber nilai kebenaran tertinggi, dan bangsa Indonesia  menganut faham dan ideologi Pancasila yang tentunya tidak sejalan dengan ideologi liberalisme tersebut di atas. Kewajiban manusia untuk beribadah kepada Tuhan dan kewajiban warga negara Indonesia untuk menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya dan agama. seharusnya liberalisme sulit untuk berkembang di  Indonesia.

 Namun  liberalisme mempunyai banyak “topeng” yang dapat menipu semua orang.

 Liberalisme dapat meminjam bahasa agama, bahasa budaya atau bahasa politik untuk menjelaskan nilai-nilainya. Liberalisme mungkin melatarbelakangi hak asasi manusia, kesetaraan gender, demokrasi, kearifan lokal, Tafsir dan Ushul Fiqh. Penggunaan istilah teknis keagamaan seperti konsep al-maqashid al-syari'ah dan al-mashlahat al-'ammah.

 Ideologi liberalisme tumpang tindih dengan sekularisme, yaitu ideologi atau keyakinan bahwa keyakinan agama tidak boleh dibawa ke dalam urusan politik negara, atau lembaga publik. Agama dianggap urusan pribadi sehingga tidak perlu dibawa ke ranah publik. 

 Bagi masyarakat Indonesia khususnya umat Islam hal ini memberikan ruang khusus bagi pemerintah atau negara untuk mengatur urusan pemerintahan dan kenegaraan, namun bukan berarti para ulama dan tokoh agama lainnya tidak boleh berbicara mengenai persoalan politik dan kenegaraan.

 Dalam berbagai ayat Al-Quran dijelaskan bahwa tidak pantas mempertentangkan persoalan negara dan agama. Ajaran Islam bersifat lengkap dan tidak dapat dipisahkan, sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur'an.

Alloh SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱدۡخُلُواْ فِي ٱلسِّلۡمِ كَآفَّةٗ

 “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhanya:”(QS Al-Baqarah 2:208).

 Dalam ayat lain ditegaskan:

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

“kemudian Kami jadikan kamu di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.”(QS Al-Jatsiyah 45:18).

 Ideologi liberalisme juga tumpang tindih dengan ideologi individualisme yang menginginkan kebebasan bertindak dan ketaatan pada keyakinan seseorang bagi setiap orang (kebebasan individu). Ideologi ini mengutamakan hak individu di atas kepentingan masyarakat atau negara.

 Orang yang berpandangan hidup individualistis selalu atau sering menempatkan kepentingan pribadinya di atas atau di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Ia sering menentang intervensi dan pengaruh masyarakat, negara, lembaga atau kelompok terhadap pilihan pribadinya. 

Ideologi ini menentang atau intervensi terhadap pandangan apa pun yang menganggap tujuan  kelompok lebih penting daripada tujuan  individu.

 Dia menentang  holisme, kolektivisme dan statisme. Ideologi individualisme juga tidak puas atau tidak nyaman dengan  standar moral yang otoritatif, seperti ajaran agama, yang menghalangi kebebasan seseorang. Sementara itu, Islam menyerukan semangat kolektivisme, sebagaimana ditegaskan dalam Al Qur'an:

Alloh SWT berfirman:

وَلَا تَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَٱخۡتَلَفُواْ مِنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَهُمُ ٱلۡبَيِّنَٰتُۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٞ

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai  dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.”(QS Ali 'Imran 3:105).

 Dalam ayat lain juga dinyatakan:

قُلۡ يَٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ تَعَالَوۡاْ إِلَىٰ كَلِمَةٖ سَوَآءِۢ بَيۡنَنَا وَبَيۡنَكُمۡ

“Hai Ahli Kitab,marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian.”(QS  Ali 'Imran 3:64).

 3. Fragmatisme-Hedonisme

 Pragmatisme adalah  aliran filsafat yang meyakini bahwa nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan kewajaran  dalam kehidupan menentukan sejauh mana suatu hal bermanfaat bagi diri sendiri dan keluarga atau masyarakat. Standar nilai menjadi sangat subyektif. Nilai-nilai inti yang universal dan mendasar, seperti yang terdapat dalam agama, dipinggirkan karena segala sesuatunya diukur berdasarkan kepentingan subjektif.

 Disadari atau tidak,  masyarakat kita mempunyai kecenderungan yang kuat untuk terkontaminasi oleh pandangan hidup seperti ini. Prinsip yang berguna dan bermanfaat dalam kehidupan praktis ini seakan-akan mengubah cara hidup  masyarakat, sehingga para pemuka agama dan ilmuwan merasa terdorong untuk menilai kembali dan menafsirkan kembali pemahaman tersebut tentang dalil-dalil agama yang selama ini diterapkan di  masyarakat. Tidak hanya  nilai-nilai budaya mainstream, namun nilai-nilai  sakral keagamaan pun ikut tergerus oleh perkembangan pragmatisme saat ini. Pemahaman ini nampaknya sudah menjadi  agama baru di  masyarakat.

 Apa yang akan terjadi pada komunitas nasional dan agama, khususnya umat Islam, jika pandangan hidup utilitarian ini terus berlaku di  masyarakat? Sebagai masyarakat, warga negara, bagaimana seharusnya kita  bersikap dan apa yang harus kita lakukan untuk mengantisipasi perkembangan fenomena sosial masyarakat yang begitu pesat?

 Padahal, jika kita mau mendengarkan bisikan hati kecil orang tua kita yang sudah lanjut usia, tentu salah satu tangisannya adalah kita tidak hanya perlu diperhatikan tapi juga perlu disayangi oleh anak cucu kita. Hidup terisolasi dalam “sangkar berlapis emas” merupakan penderitaan tersendiri bagi semua orang. Begitu pula dengan anak penyandang disabilitas yang tidak hanya membutuhkan perawatan dan pelayanan perawat namun juga pelukan hangat dari  orang tua kandungnya. Mereka ingin bermain dengan saudaranya seperti anak-anak lainnya. Jangan mengucilkan dan bergaul dengan  anak-anak cacat lainnya.

 Pragmatisme sungguh kejam. Orang tua yang bekerja keras untuk melahirkan, mengasuh anak, menyekolahkan, dan terus mendoakan anaknya, setelah sukses dan bertambah tua, dengan lembut “diusir dari rumah” oleh anak-anaknya. Kemudian pada hari Minggu, sisa long weekend hanya sesekali terlihat. Hal itu hanya terjadi dalam waktu singkat karena terbatasnya tempat tinggal di panti jompo. Anak cacat tersebut seolah-olah tidak lagi mengenal orang tuanya. Mereka lebih merindukan saudara perempuannya daripada orang tuanya. Hanya orang tua dan anaknya saja yang diperlakukan seperti itu, apalagi yang lainnya?.

 Dan di dalam Al-Qur'an, Allah SWT  mengingatkan kita semua, membimbing kita ke jalan yang benar:

Allah SWT berfirman:

فَاَيۡنَ تَذۡهَبُوۡنَؕ

 Maka kemanakah kamu akan pergi?:"(QS At Takwir:26).

 Tafsir_Jadi mau kemana? Jalan manakah  yang akan Anda pilih untuk menemukan kebenaran? Tidak ada yang lebih jelas daripada jalan yang dijelaskan oleh Al-Quran.

 Kemudian Allah menjelaskan bahwa kaum Quraisy  telah tersesat dari jalan kebenaran dan tidak mengetahui jalan hikmah, maka Allah bertanya kepada mereka: “Jadi mau kemana? maksudnya adalah setelah menjelaskan bahwa Al-Qur'an  benar-benar berasal dari Tuhan dan berisi pelajaran serta petunjuk yang membimbing manusia di jalan yang lurus,  orang-orang kafir ditanya: " jalan manakah yang akan kamu tempuh lagi?

 Al-Quran juga mengingatkan kita:

وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيۡرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقۡوَىٰۖ  

“(Berbekalah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS Al-Baqarah 2:197).

 Inilah tantangan-tantangan hidup yang harus kita hadapi bersama dan kita sikapi dengan baik, agar kita semua dapat mengatasinya dengan selamat di dunia dan akhirat. Amin.


Posting Komentar untuk "TANTANGAN MASA DEPAN BAGI UMAT ISLAM"