Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SEPIRITUAL MERAWAT JAGAT DAN LINGKUNGAN

SEPIRITUAL MERAWAT JAGAT DAN LINGKUNGAN

SEPIRITUAL MERAWAT JAGAT MEMBANGUN KESADARAN TERHADAP LINGKUNGAN

Dalam beberapa dekade terakhir ini, dunia selalu disibukkan dengan  perubahan iklim dan krisis lingkungan. Berdasarkan Perjanjian Paris, 196 negara anggota PBB  sepakat untuk mengurangi pemanasan global hingga di bawah 1,5 hingga 2 derajat Celcius, namun hal ini belum tercapai.

 Dampak yang parah terhadap lingkungan kita meliputi kondisi cuaca yang tidak dapat diprediksi, peningkatan suhu dan gelombang panas yang menyebabkan bencana alam, hilangnya banyak spesies tanaman dan hewan,  kekeringan dan kegagalan panen. Namun di wilayah lain, banjir disebabkan oleh naiknya permukaan air laut, di wilayah pesisir dan di tempat lain.

 Fenomena ini tentu berdampak pada kondisi sosial masyarakat kita, mulai dari perekonomian hingga  kesehatan manusia. Artinya, kerusakan yang diakibatkan oleh alam dapat mengakibatkan rusaknya tatanan sosial masyarakat kita, bahkan mengancam kehidupan organisme di lingkungan kita. Lingkungan  terdiri dari benda-benda hidup (biotik) seperti manusia, tumbuhan, dan hewan. Dan benda mati (a biotik) seperti air, udara (angin), tanah dan lain-lain.

 Di antara makhluk yang paling peduli terhadap lingkungan adalah manusia. Inilah sebabnya manusia diberi amanah sebagai khalifah dengan fasilitas akal pikiran untuk mengelola, memelihara, dan melindunginya.

 Seluruh unsur lingkungan hidup saling berhubungan  membentuk suatu kesatuan sistem kehidupan yang disebut ekosistem.Di dalamnya ada produsen (tumbuhan), ada konsumen (manusia dan hewan), ada pengurai bahan organik (bakteri), dan  komponen tak hidup (air, udara, mineral).

 Gangguan terhadap faktor lingkungan apapun akan mempengaruhi sistem kehidupan di alam semesta, yang  diciptakan untuk ketertiban dan keseimbangan.

 Dalam  Surat Al-Mulk ayat 3 sampai 4, Allah subhanahu wata'ala berfirman:

الَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًاۗ مَا تَرٰى فِيْ خَلْقِ الرَّحْمٰنِ مِنْ تَفٰوُتٍۗ فَارْجِعِ الْبَصَرَۙ هَلْ تَرٰى مِنْ فُطُوْرٍ (3) ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنْقَلِبْ اِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَّهُوَ حَسِيْرٌ (4)

Artinya : “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang? (3) Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah (4)”. (QS. Al-Mulk ayat 3 s.d. 4).

 Untuk menjaga Mizan, kita disuruh berihsan. Kebersihan pada standar minimal  tidak akan merusak ekosistem alam. Kebersihan yang seutuhnya berarti melakukan kerja transformatif untuk memberikan manfaat bagi lingkungan sesuai dengan prinsip hukum alam atau sunnatullah yang seimbang.

 Tidak membuang sampah sembarangan adalah kebersihan minimal, namun mengelola sampah menjadi sesuatu yang produktif adalah kebersihan maksimal. Tidak merusak pohon adalah hal yang minimal, namun menanam pohon dan merawatnya adalah kebaikan yang paling utama. Jika tidak bisa membersihkan, jangan mencemari, jika tidak bisa menanam dan menyiram, jangan menebang merusak, dll.

 Dunia ini adalah jembatan menuju keselamatan di akhirat, sebagaimana ayat 77 surat Al-Qashahsh dalam Al-Quran dis ebutkankan:

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ

Artinya : “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan”(QS  Al Qoshahsh :77).

Karena itu,kita dituntut untuk mengelola alam sebaik mungkin. Bumi dan segala isinya dipersiapkan untuk dikelola manusia, sebagaimana dalam surat Hud ayat 61 dalam Al-Quran:

Alloh subhanahu wata'ala berfirman:

...هُوَ اَنْشَاَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيْهَا...

Artinya : “Dia telah hidupkan kamu dari bumi (tanah) dan mempersilahkan kamu untuk memakmurkannya”(QS  Hud ayat 61).

Dengan memakmurkan dan menikmati dunia ini, mendiang Prof. KH. Ali Yafie menekankan perlunya sifat zuhud untuk merawat bumi. Sikap berlebihan dalam mengeksploitasi alam adalah suatu perilaku yang sia-sia dan boros yang disukai setan Apalagi sekedar dalam muamalah, bahkan dalam ibadah sifat itu dilarang dalam agama dan dilarang oleh Nabi Muhammad saw, sebagaimana menurut hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Anas radhiyallahu 'anhu, oleh Bukhari dan Muslim.

 Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda;

كان النبي صلى الله عليه وسلم يغسل أو كان يغسل با لصاع إلى خمسة أمداد ويتوضأ  بالمد

Artinya : “Rasulullah ketika mandi (dengan takaran air sebanyak) satu sha’ sampai lima mud berwudhu’ dengan (takaran air sebanyak) satu mud.”

 Dalam kisah ini digambarkan bahwa Rasulullah tidak boros dalam menggunakan air. Saat Nabi berwudhu, diperkirakan beliau hanya menggunakan setengah liter saja. Dan saat mandi, Nabi hanya menggunakan air sekitar lima liter saja.

 Sikap spiritual dalam mengelola alam untuk kemaslahatan manusia menjadi tujuan hukum syariah untuk tidak merugikan. Oleh karena itu, pengelolaan alam memerlukan ekologi spiritual, yaitu interaksi dengan lingkungan,  “menghadirkan” Tuhan dalam segala aspek aktivitas. Merasakan tuntunan Tuhan dalam mengelola alam sebagai hamba dan khalifah.

 Menerjemahkan potensi sifat-sifat Allah dengan berinteraksi dengan lingkungan, misalnya dengan meneladani sifat Rahman dan kasih sayang Allah, sehingga kita menjadi agen rahmatan lil alamin dalam mencapai keindahan, kenyamanan, kedamaian dan kesejahteraan. 

Al-Quran Surat Ar-Ruum ayat 41-42 Allah subhanahu wata'ala memperingatkan bahwa  kerusakan yang terjadi di darat dan  laut disebabkan oleh ulah manusia. Ayat di atas dengan jelas menyatakan kehancuran bumi akibat perbuatan tangan manusia,tidak menghadirkan Tuhan dalam suasana kebatinanya dalam pengelolaan alam.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ (41) قُلْ سِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلُۗ كَانَ اَكْثَرُهُمْ مُّشْرِكِيْنَ (42)

Artinya : “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)”. (QS. Ar-Ruum ayat 41-42).

 Ayat 42 Al-Quran, Surat Ar-Rum, menyebutkan perbuatan musyrik menjadi penyebab dan motif melakukan perbuatan perusakan alam.

 Jadi kemusyrikan dalam ayat ini bisa berarti kemusyrikan dalam iman, bisa juga berarti kemusyrikan dalam perbuatan. Syirik dalam perbuatannya adalah terlalu materialistis dan mengabaikan nilai-nilai etika dalam mengamalkan amal dan pengelolaan alam.

 Perilaku dalam hidup yang terkesan tidak diridhoi oleh Allah subhanahu wata'ala, perilaku yang mengabaikan keagungan sifat  Tuhan, jauh dari frekuensi ketuhanan menyebabkan seseorang kehilangan kendali. Untuk menghindari bahaya, kita harus berperilaku sesuai “Mushlih”, sesuai ayat 117 Surat Hud dalam Al-Quran:

وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرٰى بِظُلْمٍ وَّاَهْلُهَا مُصْلِحُوْنَ

Artinya : “Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan”. (QS. Hud ayat 117).

 Dalam konteks hukum Syariah, perlindungan lingkungan hidup dapat dimasukkan dalam tujuan kehadiran Syariat Islam di tengah umat manusia. Tujuan utama Syariat Islam yang biasa dikenal dengan Maqashid Syariah, yaitu perlindungan agama, perlindungan jiwa, perlindungan akal, perlindungan kehormatan, dan perlindungan harta benda.

 Kemaslahatan dunia dan seterusnya berasal dari Maqashid Syariah yang disusun secara sistematis berdasarkan skala prioritas. Mulailah dengan agama karena tanpa agama tidak ada optimisme atau harapan akan pahala atas perbuatan yang dilakukan. Dengan standar agama kehidupan manusia akan berbeda dengan kehidupan binatang. menjaga kehidupan tanpa kehidupan tidak ada orang yang beriman.

 Perintah Tuhan adalah jangan mengambil jalan pintas  untuk mengakhiri hidup. Akal perlu dijaga, karena tanpa akal, kehidupan manusia tidak ada nilai dan maknanya dan pada akhirnya  tidak dapat mengamalkan agama dengan baik. Pengasuhan anak adalah suatu keharusan, karena dengan demikian manusia tetap lestari secara kodrati dan alami, sesuai dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Dan yang terakhir, dengan menjaga harta, manusia bisa menikmati kehidupan di dunia.

 Banyak sekali ayat dan perintah  tentang perlindungan lingkungan hidup sehingga hifdzul bi'ah (perlindungan lingkungan hidup) dapat dimasukkan dalam maqashid syariah (tujuan utama agama Islam). Pandangan tersebut tentu sangat beralasan, karena tanpa bumi maka manusia tidak dapat hidup, tanpa kehidupan manusia tidak dapat beribadah, tanpa ibadah manusia tidak dapat selamat fiddunya wal akhirat.

 Oleh karena itu, merusak lingkungan hidup (bumi) berarti menghancurkan kehidupan makhluk hidup, khususnya manusia. Dengan demikian, hukum perlindungan lingkungan hidup merupakan fardhu ain (kewajiban seseorang) bagi setiap  manusia.

 Kaidah La dharara wala dhirarar (jangan merugikan orang lain dan jangan dirugikan orang lain), menjadi acuan hukum pelarangan perusakan lingkungan hidup dan ajakan sebaliknya, yaitu kewajiban menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

 Terakhir, mari kita renungkan sabda Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam berikut ini:

1) Abu Hurairah juga meriwayatkan bahwa Nabi saw pernah bersabda:“Hati-hatilah, terhadap dua kutukan:sahabat yang mendengar bertanya:Apakah kedua hal itu wahai Rasulullah? Nabi menjawab:yaitu orang yang buang air besar di tengah jalan atau di tempat orang yang berteduh" demikian pula larangan membuang hajat di tempat sumber air.

 2) Riwayat Thabrani:“Dari Abu Hurairah:

jagalah kebersihannya dengan segala usaha yang mampu kamu lakukan. Sesungguhnya Allah menegakkan Islam di atas prinsip kebersihan. Dan tidak akan masuk surga,kecuali orang-orang yang bersih”(HR  Thabrani).

 3) Melestarikan alam dengan menanam pohon sangat dianjurkan dan dianggap melakukan sebagai perbuatan shodakoh. Rasulullah saw bersabda:

“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kemudian tanaman itu dimakan oleh burung, manusia, atau binatang, kecuali baginya dengan tanaman itu adalah sedekah”(HR  Bukhari dan Muslim dari Anas).



Posting Komentar untuk "SEPIRITUAL MERAWAT JAGAT DAN LINGKUNGAN"