Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

NABI SANG PEMIMPIN YANG PEMAAF

NABI SANG PEMIMPIN YANG PEMAAF

 NABI SANG PEMIMPIN SURI TAULADAN YANG PEMAAF

Jika umat Islam ditanya siapa panutan utama yang harus ditirunya, jawaban pertama yang pasti diberikan adalah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Al-Qur'an menyebut kepribadian Nabi sebagai sosok yang agung (wa innaka la 'ala khuluqin'adhim). Mengaitkan predikat al-'adhim dengan Nabi Muhammad saw merupakan sebuah keistimewaan tersendiri. Al-'adhim merupakan salah satu dari 99 nama indah Tuhan, al-asma' al-husna. Nabi Muhammad adalah utusan yang diutus untuk menyempurnakan akhlak. Maka ketika Aïsyah ditanya tentang akhlak Nabi, ia menjawab dengan tegas:Akhlak nabi adalah Al-Quran.

 Salah satu  sikap Nabi yang patut kita tiru adalah hatinya yang dermawan dan pemaaf. Nabi Muhammad adalah seorang pria dengan kehidupan yang penuh tantangan, terutama ketika ia mulai berdakwah. Serangan yang terus-menerus dilakukan oleh orang-orang yang merasa tidak nyaman terhadapnya mulai dari hinaan, fitnah, pelemparan kotoran, kekerasan fisik hingga percobaan pembunuhan.

 Dari berbagai kendala tersebut, sesungguhnya manusia dapat mengambil hikmah yang luar biasa dari Rasulullah. Rasulullah dituduh gila karena mengatakan sesuatu yang tidak dapat dipahami oleh orang-orang kafir pada masanya,Beliau dirayu dengan kekayaan dan wanita untuk menghentikan dakwahnya, dan dicekik. Saat dia sedang beribadah di sekitar Ka'bah, dia dilempari batu sampai berdarah. ketika dia hijrah ke Taif, dan bahkan diam-diam diikuti oleh musuh-musuhnya dan mau dipenggal kepalanya dari belakang.

 Dari rentetan teror psikis dan  fisik tersebut, Rasulullah mengatasinya dengan kekuatan dan kegigihan. Nabi tetap setia pada prinsip tauhid yang diyakini dan diajarkannya, memperbaiki moralitas masyarakat yang bejat dan membangun kehidupan yang lebih adil dan manusiawi. Namun tekanan demi tekanan, penganiayaan demi penganiayaan memaksa Nabi dan para pengikutnya untuk hijrah ke tempat lain.

 Ketika cahaya Islam semakin terang, jumlah pengikut Nabi pun bertambah, dan pada saat yang sama hijrahnya Nabi ke Madinah menyebabkan kekuatan umat Islam semakin kuat, yang membuat ketar-ketir kaum Quraisy. Puncaknya terjadi pada tahun 630 Hijriah, ketika Perjanjian Hudaibiyah dilanggar oleh kaum musyrikin Quraisy. Karena dirusak, Perjanjian Hudaibiyah yang memuat gencatan senjata  otomatis mengizinkan umat Islam untuk membela diri karena dianiaya. Suasana di Mekah menjadi mencekam ketika puluhan ribu tentara Islam dari Madinah bergerak menuju Mekah. Kekuasaan ini nyaris tak mungkin tertandingi oleh kaum musyrik Quraisy yang kian menghilang. Abu Sufyan pemimpin Quraisy adalah orang yang tercabik-cabik jiwanya,. Kedudukannya sebagai pemimpin tertinggi dan nyawanya pun seolah tak ada artinya lagi karena ia kenyataan yang akan terjadi.ia merasa akan dihancurkan oleh orang-orang yang selama ini ia aniaya.

 Benar Nabi bersama sepuluh ribu tentara muslim memasuki Mekah.Tapi apa yang terjadi? Alangkah baiknya sikap Nabi dan para pengikutnya ketika pertama kali memasuki kota Mekkah: pembantaian yang ditakutkan kaum musyrik Quraisy sama sekali tidak pernah terjadi. Tidak ada setetes darah pun yg mengalir. Patung-patung berhala di sekitar Ka'bah dihancurkan atas inisiatif masyarakat sendiri. Lebih indah lagi ketika Nabi berpidato dihadapan masyarakat banyak:

Siapa pun yang memasuki Masjidil Haram akan dilindungi. Siapapun yang memasuki rumah Abu Sufyan akan terlindungi.

 Subhanallah. Hati Abu Sufyan menjerit melihat keagungan akhlak Nabi Muhammad saw, musuh bebuyutannya. Ternyata orang yang paling dibencinya selama ini adalah orang yang paling memahami rasa takut yang menyelimuti dirinya. Pidato Nabi tidak hanya membuatnya merasa aman tetapi juga meningkatkan statusnya karena merasa “terhubung” dengan Masjidil Haram. 

Abu Sufyan pun masuk Islam, diikuti oleh anggota keluarganya dan pengikut lainnya. Bahkan, putranya, Muawiyah bin Abu Sufyan, diangkat Nabi beberapa waktu kemudian  sebagai salah satu penulis wahyu. Peristiwa ini dikenal dalam sejarah dengan sebutan fathu makkah (pembebasan kota Mekkah). Kekuasaan politik yang mapan tidak memotivasi Nabi untuk bertindak sewenang-wenang. Padahal, jika dia mau, dengan kekuatan militernya saat ini, Nabi bisa menghancurkan mereka dalam waktu singkat.

 Nabi sama sekali tidak punya niat membalas dendam. Dengan pernyataan inilah masyarakat melihat keagungan Islam sebagai agama yang beradab, mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, sesuai dengan dakwah Nabi Muhammad saw, sebagai penebar cinta kasih ke seluruh dunia (rahmatan lil' alamin).

 Ketika Siti Aisyah menyebutkan sifat Nabi di atas, bahwa akhlak Nabi adalah Al-Quran, maka sifatnya mengamalkan secara utuh apa yang terkandung dalam Al-Quran:

 خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

Artinya: Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebajikan serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (QS al-A’rof:199). 

 Pengampunan sejati bukanlah tanda kelemahan atau kegagalan. Karena pengampunan hanya bisa datang dari jiwa yang besar. Orang yang benar-benar pemaaf  tidak hanya meraih kemenangan telak atas musuh-musuhnya namun juga berhasil mengatasi nafsu  dalam dirinya sendiri. Nafsu yang biasa mendorong orang untuk mengungkapkan kemarahan, membalas dendam,  merasa lebih unggul, dan merendahkan orang lain. Dengan membuka lebar-lebar pintu maaf, Rasulullah sebenarnya ingin menunjukkan bahwa pelaku balas dendam tidak akan meraih kemuliaan.

 Hal ini sesuai dengan sabdanya:

 وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا

Artinya: Dan tidaklah Allah menambah kepada seorang hamba yang pemaaf kecuali kemuliaan. (HR Muslim).

 Meminta maaf itu mudah diucapkan namun sulit untuk dipraktikkan. Beberapa orang mungkin berfikir: Bagaimana bisa kita dengan mudah melepaskan orang-orang yang telah menghina kita, melecehkan kita, mengutuk kita, atau bahkan bertindak kasar terhadap kita? Inilah sebabnya mengapa pengampunan dibalas dengan kemuliaan. Karena  hanya orang-orang yang berhati mulia yang bisa memberikannya dengan murah hati kepada siapa pun pintu maaf, bahkan kepada orang yang telah merugikannya.


Posting Komentar untuk "NABI SANG PEMIMPIN YANG PEMAAF"