Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KAPANKAH HARI SANTRI

HARI SANTRI DAN JALAN JIHAD HARI INI

 Bertepatan dengan Hari Santri hari ini, kita akan memaparkan secara singkat beberapa  pemikiran Kiai Hasyim Asy'ari tentang keaswajaan yang telah kami rangkum melalui beberapa tulisannya. Dengan mengetahui beberapa pemikiran Kiai Hasym, kita berharap dapat melanjutkan perjuangan keilmuan dan pribadinya.

 Pertama, Kiai Hasyim Asy’ari menegaskan keyakinan tanziih yaitu Tuhan tidak seperti makhluk-Nya, Tuhan bukanlah benda dan harta benda yang paling suci, Tuhan tidak menempati kedudukan atau arah, dan perjalanan waktu. tidak berlaku bagi-Nya.

 Kedua, beliau menjelaskan kemungkinan melakukan tawassul dengan orang-orang shaleh seperti para nabi, ahlul bait dan para wali, baik ketika mereka masih hidup maupun setelah mereka meninggal, bahkan beliau sendiri sering melakukan tawassul dalam amalanya.

 Ketiga, beliau juga menegaskan bahwa berziarah ke makam Nabi Muhammad saw termasuk dalam sunnah yang diterima umat Islam dan merupakan amalan ketaatan yang sangat mulia dan sangat dianjurkan. Ia pun mengajak jamaah agar peziarah melihat Raudhah dan mimbar Nabi.

 Keempat, KH Hasyim Asy'ari juga menegaskan kewajiban ikut madzhab,bagi seseorang yang bukan mujtahid mutlak meskipun telah memenuhi  syarat-syarat ijtihad tertentu. bermadzhab pada dasarnya dapat mengikuti madzhab siapa pun, asalkan pendiri madzhab tersebut adalah seorang mujtahid mutlak. Sebab sesungguhnya ulama mujtahid yang mutlak bukan hanya para pendiri  empat madzhab seperti Sufyan at-Tsauri, Sufyan bin ‘Uyainah, Ishaq bin Rahawaih dan lain-lain. Namun KH Hasyim Asy'ari menegaskan, sekelompok ulama mazhab Syafi'i menyatakan tidak boleh melakukan taqlid kepada orang lain selain empat imam mazhab tersebut karena  alasan teknis. Oleh karena itu, mereka yang saat ini meninggalkan empat mazhab tersebut tergolong ahli bid'ah (mubtadi'ah).

 Kelima, dalam menyikapi perbedaan pendapat antara empat mazhab dengan mazhab Syafi’i, Kiai Hasyim Asy’ari menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan hal yang lumrah. Dapat dipahami bahwa ikhtilaf (perbedaan)  furu' sudah terjadi di kalangan sahabat Nabi. Mereka tidak pernah saling menyesatkan.

 Keenam, KH Hasyim Asy'ari juga menurut mayoritas ulama  membagi bid'ah menjadi bid'ah wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah. Ia mencontohkan, penggunaan tasbih, pembacaan niat (membaca ushalli), talqin untuk almarhum, sedekah untuk almarhum, tahlilan, ziarah kubur, dan lain-lain. adalah bid'ah yang baik, bukan bid'ah yang sesat.

 Ketujuh, menurut Kiai Hasyim, para pelaku bid'ah (al-mubtadi'uun) muncul di Indonesia  sekitar tahun1330 H. Menurut dia, para ahli aliran sesat terbagi dalam beberapa kelompok sebagai berikut:

Para Murid Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi (pendiri Wahhabi), Ibnu Taimiyah dan dua orang muridnya Ibnul Qayyim dan Ibnu Abdil Hadi

 Kelompok Rafidhah, yaitu mereka yang menolak kekhalifahan Sayyidina Abu Bakar dan melampaui batas kecintaanya terhadap Sayyidina Ali dan ahlu bait.

 Golongan Ibaahiyyuun, yaitu golongan yang meyakini bahwa apabila seseorang telah mencapai derajat ibadah yang tinggi  maka orang tersebut boleh  meninggalkan kewajibannya dan melakukan perbuatan yang haram.

 Orang Percaya penganut paham Reinkarnasi

 Pengikut Huluul dan Ittihaad yaitu mereka yang meyakini bahwa Allah mendiami sebagian makhluk-Nya dan mereka yang meyakini bahwa Allah menyatu dengan alam. 

 Menurut Kiai Hasyim, 5 kelompok di atas bukanlah kelompok yang cocok sehingga perlu waspada dan menjauh.

 Kedelapan, dalam Muqaddimah al-Qaanuun al-Asaasi Li Jam'iyyah Nahdhatil Ulamaa', setelah menjelaskan  pentingnya persaudaraan, solidaritas, kerukunan, gotong royong dan  kerjasama serta bahayanya perpecahan, KH Hasyim mengingatkan para ulama tentang empat sekte bahaya kelompok – kelompok sesat yang berkumpul menjadi berbagai kelompok. dan menyebutkan salah satu hadits dan atsar tentangnya. 

Salah satu hadis yang beliau sebutkan:

قَالَ رَسُـوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم :إِذَا ظَهَرَت الفِتَنُ وَالبِدَعُ وَسُبَّ أَصْحَابِيْ فَلْيُظْهِرِ العَالِمُ عِلْمَهُ، فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذلِكَ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ (أخرجه الخطيب البغدادي)

Maknanya: “Jika muncul berbagai fitnah, bid’ah dan para sahabatku dicaci maka hendaklah seorang ulama menampakkan ilmunya (menjelaskan dan menyebarkannya kepada masyarakat), jika ia tidak melakukannya maka ia terkena laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya” (HR. al-Khathib al-Baghdadi).

 

Posting Komentar untuk " KAPANKAH HARI SANTRI "