Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

JANGAN MECERITAKAN PERBUATAN DOSAMU KEPADA ORANG LAIN

LARANGAN MUJAHAROH DI AGAMA ISLAM(MENCERITAKAN PERBUATAN MAKSIATNYA KE ORANG LAIN)

 Kita sering mendengar  tentang orang-orang yang secara terang-terangan melakukan kemaksiatan. Hal-hal yang melanggar syariat dan sangat memalukan dilakukan di tempat terbuka. Atau bahkan malah sebagian disebar luas melalui jejaring sosial.

 Perbuatan seperti ini dalam istilah syar'i disebut dengan MUJAHARAH. Dalam kitab Fathul Bari (10/487) karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dijelaskan  ada 3 jenis MUJAHARAH:

* Tampak Tidak Bermoral

 Seseorang yang berbuat dosa, dan Allah Ta'ala telah menutupi dosanya, namun ia malah mengungkapkan dosanya sendiri. Orang-orang yang melakukan kemaksiatan terus menceritakan kemaksiatanya bahkan merasa bangga atau karena mengabaikan tirai penutup yang telah Alloh berikan kepandanya.

 Contoh gambaranya adalah kasus sejumlah anak muda yang pergi ke luar negeri. Salah seorang di antara mereka berzina dan meminum khamr. Ia kemudian bercerita kepada teman-temannya tentang perbuatan maksiat tersebut karena merasa bangga dan mengabaikan penutup aib yang diberikan Allah  kepadanya.

 Orang-orang fasik yang saling menceritakan kemaksiatan mereka.

  Menurut Dr. Muhammad bin Sa'ad Al-Ashimi, Guru Besar Ad-Dirosaat Al-'Ulya, Fakultas Syariah di Universitas Ummul Qura, bentuk-bentuk MUJAHARAH dengan kemungkaran pada masa kini diantaranya adalah seperti bioskop, pameran bagian pribadinya di layar media sosial facebook,WA, pencampuran pria dan wanita yang bukan mahram, ajakan  menari atau dansa, terbukanya kawasan kebarat-baratan, menghilangkan ajaran-ajaran keagamaan dan penyebaran perbuatan zina pornografi melalui jejaring sosial.


*MUJAHAROH dilarang dalam Islam.

 Mujaraharah dengan kemaksiatan itu dilarang keras menurut syari'at Islam. 

Allah subhanahu wata'ala berfirman:

إِنَّ ٱلَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ ٱلْفَٰحِشَةُ فِى ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ ۚ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

 “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahuinya.” (QS An-Nur:19).

 Dalam ayat tersebut Allah Ta'ala  mengancam orang-orang yang suka menyebarkan kejahatan di  masyarakat.

 Imam Al-Bukhari dan I muslim tersebut meriwayatkan sebuah hadits dari Salim bin Abdillah,ia berkata “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ يَا فُلَانُ: عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali mujaahirin (orang-orang yang melakukan mujaharah). Dan termasuk perbuatan mujaharah (terang-terangan berbuat dosa) adalah seseorang berbuat (dosa) pada malam hari, kemudian pada pagi harinya dia menceritakannya, padahal Allah telah menutupi perbuatannya tersebut:"(HR  Bukhori dan Muslim).


* Bahaya Mujaharah (Dosa Terang-Terangan).

  Dr. Abdullah bin Hamad As-Sakakir, Prosfesor dan Kepala Jurusan Fikih  Fakultas Syariah, Universitas Al-Qasim, menegaskan bahwa mujaharoh adalah dosa yang lebih besar dan memiliki efek yang lebih buruk pada masyarakat daripada dosa secara rahasia.

 Bahkan mujaharah adalah dosa lain yang ditambahkan ke dosa itu sendiri, karena  pengaruhnya yang buruk terhadap masyarakat.di antara pengaruh dampak buruknya antara lain:

 Mujaharah memotivasi  pelaku maksiat untuk melakukan perbuatan maksiat

 Menghapus keburukan maksiat dari dalam jiwa dalam jangka waktu yang panjang. jiwa itu jika terbiasa melihat,mendengar suatu objek tertentu, maka ia akan menjadi akrab dengan objek tersebut.

 Mujaharah  merupakan salah satu bentuk protes masyarakat terhadap Allah Ta'ala dengan maksiat.

 Pelaku maksiat  secara rahasia atau secara sembunyi-sembunyi tidak merugikan orang lain kecuali dirinya sendiri,  jika ia melakukannya terang-terangan maka ia akan menimbulkan madhorot bagi orang lain.

 Nabi Muhammad saw memberitahukan bahwa melakukan mujaharah dengan maksiat itu akan mendapat hukuman di dunia sebelum di akhirat.

 Hal ini sebagaimana di dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, dia berkata ,”Aku adalah salah satu dari sepuluh keluarga muhajirin yang berada di tempat tinggal Rasulullah saw. Beliau menghadap ke arah kami kemudian bersabda,

يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ، خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ، وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ

 ” Wahai kaum Muhajirin, ada lima hal yang jika kalian diuji dengannya –dan aku berlindung kepada Allah supaya kalian tidak menjumpainya:

لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا، إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِينَ مَضَوْا

 Tidaklah nampak zina di suatu kaum pun, sehingga mereka melakukannya secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha'un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya.

وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ، إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَؤونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ

 Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka

وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ، إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ، وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا

 Tidaklah mereka menahan zakat hartanya (enggan menunaikan zakat hartanya) kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka (hujan tidak turun). dan sekiranya bukan karena hewan-hewan ternak, niscaya hujan tidak akan diturunkan kepada mereka.

وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ، إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ، فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ

 Tidaklah mereka melanggar perjanjian dengan Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah akan menjadikan musuh mereka (dari kalangan selain mereka; orang kafir) berkuasa atas mereka, lalu musuh tersebut merampas sebagian apa yang mereka miliki. 

وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ، إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ”

Dan selama pemimpin-pemimpin mereka (kaum muslimin) tidak berhukum dengan Kitabullah (al-Qur’an) dan mengambil yang terbaik dari apa-apa yang diturunkan oleh Allah (syariat Islam), kecuali Allah akan menjadikan mereka saling bertikai satu sama lain.”(Hadits riwayat Imam Ibnu Majah hal. 432 no.4019).


*Kondisi Pengecualian Mujaharah.

Ada keadaan yang membolehkan seseorang untuk memberitahukan maksiat yang telah dia lakukan kepada seseorang. Para ulama telah menetapkan bahwa mengatakan hal-hal maksiat demi maslahat adalah tidak salah.

 Dalam kitab Faidhul Qadir disebutkan bahwa Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: “Orang yang berbuat dosa dimakruhkan menceritakannya kepada orang lain, meskipun hanya kepada satu orang saja. Yang perlu Anda lakukan adalah. berhenti, menyesali dan memutuskan untuk tidak mengulanginya lagi.

 Jika dia memberitahu gurunya tentang maksiat  atau sesuatu seperti apa yang diharapkan dari pemberitahuannya, dia akan mengajarinya bagaimana cara melepaskan diri dari maksiat  atau apa yang bisa mencegahnya jatuh ke dalam keadaan maksiat yang sama atau dia akan menunjukkan kemungkinan alasan mengapa dia jatuh. ke dalamnya atau dia minta didoakannya, dan  hal seperti itu baik. Yang dimakruhkan adalah tidak adanya maslahat baginya.

 Hujah atau dasar dari kesimpulan para ulama tersebut sebagaimana dijelaskan oleh syaikh Muhammad bin Shalih al Munajjid, adalah adanya orang yang menghadap kepada Rasulullah saw dan memberitahunya bahwa dirinya telah bersetubuh dengan istrinya di siang hari di bulan Ramadhan, dengan tujuan agar Rasulullah saw memberinya jalan keluar dari masalah tersebut dan Rasulullah saw tidak mengingkari perbuatan sahabat yang menceritakan pelanggaran syariat tersebut.

 Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (2600) dan Muslim (1111) dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata,” “Seseorang datang kepada Rasulullah saw dan berkata, “Saya telah binasa!” Beliau bertanya, ”Ada apa dengan dirimu?” Dia menjawab, “Saya telah berhubungan intim dengan istri di (waktu siang hari) bulan Ramadhan,”

 Maka Rasulullah saw bertanya, ”Apakah kamu punya budak (untuk dimerdekakan)?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya, “Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya, “Apakah kamu sanggup memberi makan kepada enampuluh orang miskin?” Dia menjawab, “Tidak.”

 Kemudian ada orang Anshar datang dengan membawa wadah besar berisi kurma. Beliau bersabda, ”Pergilah dan bershadaqahlah dengannya.” Orang tadi berkata, ”Apakah ada yang lebih miskin dari kami wahai Rasulullah? Demi Allah yang mengutus anda dengan kebenaran, tidak ada keluarga yang lebih membutuhkan di antara dua desa dibandingkan dengan keluarga kami.” Kemudian beliau bersabda, ”Pergilah dan beri makanan tersebut kepada keluargamu.”


*Menyikapi Pelaku Mujaharah.

 Menyikapi Pelaku Mujaharah. Tentu saja salah satu solusi untuk mengatasi fenomena mujaharah dengan perilaku maksiat adalah dengan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahayanya dosa, bahwa dosa  akan semakin bertambah dan dampaknya akan semakin parah.

 Memang ada sekelompok orang yang dapat mengambil manfaat dari bimbingan dan nasihat untuk membangkitkan kebaikan dan rasa takut kepada Allah Ta'ala serta rasa malu terhadap-Nya di  hati orang-orang tersebut.

 Namun di komunitas lain, ada orang yang  tidak bisa dicegah dengan nasehat dan pendidikan. Dia harus diperingatkan dan dihukum.

 Utsman radhiyallahu 'anhu berkata:

إن الله ليزع بالسلطان ما لا يزع بالقرآن

”Allah benar-benar akan mencegah dengan kekuasaan apa yang tidak Allah cegah dengan Al-Qur’an.”

 Jika nasehat sudah tidak berguna lagi, maka tetap perlu dilakukan pencegahan terhadap pelaku mujaharah untuk melakukan kejahatan maksiat melalui hukuman yang  mendidik agar terhindar dari keburukan dan  melindungi masyarakat dari kekurangajaran dan perilaku mujaharah hingga terhadap dosa-dosa mereka.

 Semakin berat hukuman bagi pelaku mujaharah, semakin besar pengaruhnya dalam melawan fenomena tersebut. Jika fenomena  negatif di masyarakat  semakin dominan, maka penanganannya harus tegas tergantung tingkat dominasi dan bahayanya.

 Allah subhanahu wata'ala berfrman,

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا . وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا . فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَاءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلا إِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا * أُوْلَئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنفُسِهِمْ قَوْلًا بَلِيغًا . وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمْ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا . فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (سورة النساء: 60-65

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.

Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.

Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: “Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna.Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka.

Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah.

 Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisaa: 60-65).



Posting Komentar untuk "JANGAN MECERITAKAN PERBUATAN DOSAMU KEPADA ORANG LAIN"