Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

APA HUKUM BERSALAMAN SESUDAH SHOLAT

SEPERTI APA HUKUMNYA BERSALAMAN SESUDAH SHOLAT

 Seperti apakah hukum bersalaman sesudah sholat menurut syara' dan pandangan para ulama,Dan disini Para ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah banyak yg melakukan praktek bersalaman tersebut,diantaranya :

Imam Abul Hasan Al Mawardi Asy Syafi’i Rohimahulloh

Beliau mengatakan dalam kitabnya Al Hawi Al Kabir:

إِذَا فَرَغَ الْإِمَامُ مِنْ صَلَاتِهِ فَإِنْ كَانَ مَنْ صَلَّى خَلْفَهُ رِجَالًا لَا امْرَأَةَ المصافحة بعد الصلاة فِيهِمْ وَثَبَ سَاعَةَ يُسَلِّمُ لِيَعْلَمَ النَّاسُ فَرَاغَهُ مِنَ الصَّلَاةِ

 Artinya:" Jika seorang imam sudah selesai dari sholatnya, dan jika yang sholat di belakangnya adalah seorang laki-laki, bukan wanita, maka dia bersalaman setelah sholat bersama mereka, dan setelah sempurna waktunya, hendaknya dia mengucapkan salam agar manusia tahu bahwa dia telah selesai dari sholat:"(Al Hawi Al Kabir, 2/343. Darul Fikr. Beirut – Libanon).

Imam ‘Izzuddin (Al ‘Izz) bin Abdussalam Asy Syafi’i Rohimahulloh (w 660H).

Beliau memasukkan bab bersalaman setelah sholat subuh dan ‘ashar sebagai bid’ah yang boleh (bid’ah mubahah). Berikut perkataannya:

والبدع المباحة أمثلة. منها: المصافحة عقيب الصبح والعصر، ومنها التوسع في اللذيذ من المآكل والمشارب والملابس والمساكن، ولبس الطيالسة، وتوسيع الأكمام

 Artinya:" Bid’ah-bid’ah mubahah (bid’ah yang boleh) contoh di antaranya adalah: bersalaman setelah subuh dan ‘ashar, di antaranya juga berlapang-lapang dalam hal-hal yang nikmat berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, melebarkan pakaian kebesaran ulama, dan melebarkan lengan baju:" (Qawaid Al Ahkam fi Mashalihil Anam, 2/173).

Imam An Nawawi Asy Syafi’i Rohimahulloh (w 676H).

Beliau juga berpendapat mirip dengan Imam Ibnu Abdissalam di atas. Namun, beliau menambahkan dengan beberapa rincian. Berikut perkataannya:

وَأَمَّا هَذِهِ الْمُصَافَحَةُ الْمُعْتَادَةُ بَعْدَ صَلَاتَيْ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ فَقَدْ ذَكَرَ الشَّيْخُ الْإِمَامُ أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ عَبْدِ السَّلَامِ رحمه الله أَنَّهَا مِنْ الْبِدَعِ الْمُبَاحَةِ وَلَا تُوصَفُ بِكَرَاهَةٍ وَلَا اسْتِحْبَابٍ، وَهَذَا الَّذِي قَالَهُ حَسَنٌ، وَالْمُخْتَارُ أَنْ يُقَالَ: إنْ صَافَحَ مَنْ كَانَ مَعَهُ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَمُبَاحَةٌ كَمَا ذَكَرْنَا، وَإِنْ صَافَحَ مَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ قَبْلَهَا فَمُسْتَحَبَّةٌ؛ لِأَنَّ الْمُصَافَحَةَ عِنْدَ اللِّقَاءِ سُنَّةٌ بِالْإِجْمَاعِ لِلْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ فِي ذَلِكَ

 Artinya:" Adapun bersalaman ini, yang dibiasakan setelah dua sholat subuh dan ‘ashar, maka Asy Syaikh Al Imam Abu Muhammad bin Abdussalam Rohimahulloh telah menyebutkan bahwa itu termasuk bid’ah yang boleh yang tidak disifatkan sebagai perbuatan yang dibenci dan tidak pula dianjurkan, dan ini merupakan perkataannya yang bagus. Dan, pandangan yang dipilih bahwa dikatakan; seseorang yang bersalaman (setelah sholat) dengan orang yang bersamanya sejak sebelum sholat maka itu boleh sebagaimana yang telah kami sebutkan, dan jika dia bersalaman dengan orang yang sebelumnya belum bersamanya maka itu sunah, karena bersalaman ketika berjumpa adalah sunah menurut ijma’, sesuai hadits-hadits shahih tentang itu.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 3/325. 1423H-2003M. Dar ‘Aalim Al Kitab).

Dalam kitabnya yang lain beliau mengatakan;

واعلم أن هذه المصافحة مستحبة عند كل لقاء، وأما ما اعتاده الناس من المصافحة بعد صلاتي الصبح والعصر، فلا أصل له في الشرع على هذا الوجه، ولكن لا بأس به، فإن أصل المصافحة سنة، وكونهم حافظوا عليها في بعض الأحوال، وفرطوا فيها في كثير من الأحوال أو أكثرها، لا يخرج ذلك البعض عن كونه من المصافحة التي ورد الشرع بأصلها

 Artinya:" Ketahuilah, bersalaman merupakan perbuatan yang disunahkan dalam keadaan apa pun. Ada pun kebiasaan manusia saat ini bersalaman setelah sholat subuh dan ‘ashar, maka yang seperti itu tidak ada dasarnya dalam syariat, tetapi itu tidak mengapa. Karena pada dasarnya bersalaman adalah sunah, dan keadaan mereka menjaga hal itu pada sebagian keadaan dan mereka berlebihan di dalamnya pada banyak keadaan lain atau lebih dari itu, pada dasarnya tidaklah keluar dari bersalaman yang ada dalam syara’.” (Al Adzkar, Hal. 184. Mawqi’ Ruh Al Islam) Lihat juga dalam kitabnya yang lain:" (Raudhatuth Thalibin, 7/438. Dar Al Maktabah Al ‘ilmiyah).

Imam Ibnu Hajar Al Haitami Al Makki Asy Syafi’i (W 974H).

Beliau memfatwakan tentang sunahnya bersalaman setelah sholat walau pun sholat id. (Al Fatawa Al Kubra Al Fiqhiyah ‘Ala Madzhab Al Imam Asy Syafi’i, 4/224-225. Cet. 1. 1417H-1997M. Darul Kutub Al ‘Ilmiah, Beirut – Libanon).

Dalam kitabnya yang lain beliau berkata:

وَلَا أَصْلَ لِلْمُصَافَحَةِ بَعْدَ صَلَاتَيْ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ وَلَكِنْ لَا بَأْسَ بِهَا فَإِنَّهَا مِنْ جُمْلَةِ الْمُصَافَحَةِ ، وَقَدْ حَثَّ الشَّارِعُ عَلَيْهَا

 Artinya:" Tidak ada dasarnya bersalaman setelah sholat subuh dan ‘ashar, tetapi itu tidak mengapa, karena itu termasuk makna global dari bersalaman, dan Asy Syaari’ (pembuat syariat) telah menganjurkan atas hal itu:" (Tuhfatul Muhtaj 39/448-449 Syamilah).

Imam Al Muhib Ath Thobari Asy Syafi’i Rohimahulloh

Beliau termasuk ulama yang menyunnahkan bersalaman setelah sholat, dalilnya adalah hadits shohih riwayat Imam Bukhori berikut:

Dari Abu Juhaifah Rodhiallahu ‘Anhu, katanya:

خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْهَاجِرَةِ إِلَى الْبَطْحَاءِ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ صَلَّى الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ قَالَ شُعْبَةُ وَزَادَ فِيهِ عَوْنٌ عَنْ أَبِيهِ أَبِي جُحَيْفَةَ قَالَ

كَانَ يَمُرُّ مِنْ وَرَائِهَا الْمَرْأَةُ وَقَامَ النَّاسُ فَجَعَلُوا يَأْخُذُونَ يَدَيْهِ فَيَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ قَالَ فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ فَوَضَعْتُهَا عَلَى وَجْهِي فَإِذَا هِيَ أَبْرَدُ مِنْ الثَّلْجِ وَأَطْيَبُ رَائِحَةً مِنْ الْمِسْكِ

 Artinya:" Rosululloh Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar pada saat siang yang panas menuju Al Bath-ha’, beliau berwudhu kemudian sholat zhuhur dua rakaat, dan ‘ashar dua rakaat, dan ditangannya terdapat sebuah tombak.” Syu’bah mengatakan, dan ‘Aun menambahkan di dalamnya, dari ayahnya, dari Abu Juhaifah, dia berkata: “Dibelakangnya lewat seorang wanita, lalu manusia bangun, mereka merebut tangan nabi, lalu mereka mengusap wajah mereka dengan tangan beliau. Abu Juhaifah berkata: aku pegang tangannya lalu aku letakan tangannya pada wajahku, aku rasakah tangannya lebih sejuk dari salju, lebih wangi dari wangi kesturi:" (HR. Bukhori No. 3360 Ad Darimi No 1367 Ahmad No 17476).

Al Muhib Ath Thobari Rohimahulloh mengomentari hadits ini;

ويستأنس بذلك لما تطابق عليه الناس من المصافحة بعد الصلوات في الجماعات لا سيما في العصر والمغرب إذا اقترن به قصد صالح من تبرك أو تودد أو نحوه

 Artinya:" Demikian itu disukai, hal ini lantaran manusia telah berkerumun untuk bersalaman dengannya setelah melakukan sholat berjamaah, apalagi ‘ashar dan maghrib, hal ini jika persentuhannya itu memiliki tujuan baik, berupa mengharapkan berkah dan kasih sayang atau semisalnya:" (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 37/362. Maktabah Al Misykah).

Imam Syihabuddin Ar Ramli Asy Syafi’i Rohimahulloh

Dalam kitab Fatawa-nya tertulis:

( سُئِلَ ) عَمَّا يَفْعَلُهُ النَّاسُ مِنْ الْمُصَافَحَةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ هَلْ هُوَ سُنَّةٌ أَوْ لَا ؟ ( فَأَجَابَ ) بِأَنَّ مَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ مِنْ الْمُصَافَحَةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ لَا أَصْلَ لَهَا ، وَلَكِنْ لَا بَأْسَ بِهَا

Artinya:" (Ditanya) tentang apa yang dilakukan manusia berupa bersalaman setelah sholat, apakah itu sunah atau tidak? (Beliau menjawab): “Sesungguhnya apa yang dilakukan manusia berupa bersalaman setelah sholat tidaklah ada dasarnya, tetapi itu tidak mengapa:"(Fatawa Ar Romli 1/385 Syamilah).

Posting Komentar untuk " APA HUKUM BERSALAMAN SESUDAH SHOLAT"